Meluruskan Tafsir Nama-nama “Aneh”

Oleh : Andrinof A Chaniago ( http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=3217 )

Akademisi dari Universitas Indonesia

ImageUntuk perkara menafsir nama-nama khas orang Minang saja, orang Minang ternyata bisa tersesat jauh. Seorang kawan di jaringan Facebook yang berasal dari Jawa menulis status begini, “Orang Padang setelah kekala­han Permesta tahun 1958 memang krisis identitas, jadi nama orang Minang aneh-aneh kedengarannya, macam Don Vitto, Geo­vanni, Muhammad Rika, padahal nama umum orang Minang kan Sutan Azwar, Nazrul Asril, Amrullah Ka­rim atau Marah Rusli.”

 

Saya tidak terlalu kaget dengan prasangka seperti itu, meski yang seperti ini selalu mengganjal hati saya. Tetapi, yang membuat saya kaget dan

 

prihatin, status kawan Face­booker tadi diamini oleh seo­rang kolega dan senior asal Minang di bawah status yang ditulis oleh kolega yang berasal dari Jawa tadi. (Ini terjadi pada 19 April 2010)

 

Di kesempatan yang lain, saya menemukan lagi pikiran yang “mengejutkan” dan mem­­buat saya makin prihatin dengan pengetahuan dan sikap sejum­lah orang Minang sendiri terha­dap nama-nama aneh orang-orang Minang. Sebuah tim yang ingin mengambil inisiatif menja­di perumus usulan syarat-syarat untuk menyebut seseorang. Sebagai orang Minang, tim itu mencantumkan rumusan usu­lan bahwa untuk disebut sebagai orang Minang, orang harus memiliki nama khas orang Mi­nang atau nama yang islami. Saya agak terperanjat sekaligus makin prihatin, membaca ide dan usulan kriteria tersebut.

 

Orang yang paling sering melontarkan “tesis” bahwa na­ma-nama aneh orang Minang itu adalah dampak dari peristi­wa PRRI, adalah pengamat politik dan analis sejarah, yakni Fachry Ali. Fachry Ali yang secara priba­di dengan saya berada dalam jalinan hubungan sebagai senior dekat saya, sudah sering menda­pat bantahan dengan bukti empi­ris dari saya. Sebagai pe­nga­mat, ia memang sering ter­lalu mengandalkan metode in­terpretatif, walau dengan data yang terbatas.

 

Belakangan, saya melihat Fachry Ali sudah tidak lagi menggunakannya. Tetapi, ce­la­­ka­nya, klaim bahwa nama-nama khas orang Minang ber­hu­­bu­ngan dengan peristiwa PRRI sudah telanjur diyakini sejumlah kalangan. Walaupun sebagian dari kita sudah per­nah juga mendengar versi lain tentang asal-usul nama “aneh” sebagian orang Minang terse­but, namun nyatanya klaim yang keliru itu tetap masih dipercaya oleh sebagian orang Minang.

 

Saya ingin tunjukkan bebe­rapa nama “aneh” orang Mi­nang yang jelas lahir sebelum peristiwa PRRI, sehingga na­ma itu diberikan orangtua mereka tidak ada hubungan dengan peristiwa PRRI. Ada Masmi­mar Mangiang, seorang ahli bahasa media yang cukup dike­nal di kalangan aktivis dan war­ta­wan senior, termasuk sa­lah satu dari banyak orang yang memiliki nama yang ber­asal dari singkatan yang punya nilai “historis”. Nama Ma­ngiang di belakang namanya adalah na­ma orangtua laki-lakinya. Na­mun nama Mas­mimar itu ada­lah singkatan dari masa (sing­katannya dija­di­kan Mas) mem­pertahankan (m) Indonesia (i) mardeka (mar) yang diambil dari suasa­na dua sete­ngah bulan sebe­lum KMB.

 

Berikutnya, ada nama Wis­ber Loeis, mantan diplomat terkemuka asal Minang, yang pernah menjadi Duta Besar RI di PBB. Saya sudah lama meya­kini namanya juga berasal dari singkatan tertentu. Keyakinan ini baru saja terbukti perte­ngahan Maret 2013 lalu ketika saya bertemu beliau di sebuah resepsi. Rupanya orangtua Pak Wisber Loeis ini selain selalu melekatkan nama Loeis pada nama belakang anak-anaknya, penggalan namanya dilekat­kan lagi pada nama depan Wisber Loeis. Pak Wisber Loeis menje­laskan bahwa na­ma Wisber itu singkat dari Luwis dan Okto­ber, yang me­ru­pakan bulan kelahiran Pak Wisber Loeis. 

 

Masih ada beberapa nama lain yang orangnya lahir sebe­lum peristiwa PRRI. Setahu saya, Sotion Arjanggi almar­hum, mantan Ketua Umum DPP Kadin di tahun 1980-an, namanya juga berasal dari singkatan. Saya belum dapat informasi untuk nama depan Sotion. Tetapi, Arjanggi ber­asal dari Aurtajungkang Bukit­ting­gi. Pemilik nama “aneh” lainnya adalah Revrisond Bas­wir yang untuk nama Revrisond itu berasal darirevolusionary sound (suara revolusioner).

 

Beberapa contoh orang Mi­nang yang memakai nama “aneh” di atas, kiranya cukup untuk mementahkan tesis Fach­ry Ali yang mengatakan nama-nama aneh orang Mi­nang itu akibat peristiwa PRRI. Penje­lasan yang bisa diterima atas munculnya nama-nama “aneh” pada se­jumlah orang Minang adalah, kebiasaan sebagian keluarga membuat nama-nama yang ber­asal dari singkatan tertentu dan memiliki kaitan dengan peristiwa sejarah terten­tu. Hal ini, menurut hemat saya, berkaitan dengan ciri orang Minang yang selalu ber­upaya kreatif untuk meng­hasil­kan sesuatu yang khas di mata orang lain. Hal ini juga bisa dilihat dari sejarah jenis-jenis makanan dan minuman di Sumatera Barat sekarang.

 

Secara personal, saya su­dah melakukan pelurusan tesis Fachry Ali tersebut kepada yang bersangkutan. Nama saya memang aneh dan berbau Barat. Tetapi, walaupun saya lahir setelah peristiwa PRRI, nama Andrinof itu tidak ada hubungannya dengan PRRI. Andrinof adalah ciri sebagian orangtua Minangkabau dalam memberikan nama kepada anak-anak mereka. Andrinof diambil dari tiga suku kata: an (mungkin maksud orangtua saya untuk nama panggilan), dri yang berasal dari drei atau dri (dekat ke Bahasa Jerman atau Belanda) yang artinya tiga, dan nof yang berasal dari Nof(v)ember. Artinya, mama ini berasal dari tanggal dan bulan kelahiran saya, yakni 3 November.

 

Kalau mau objektif mem­buat kategorisasi, nama-nama orang Minang berasal dari dua budaya besar, yakni Arab dan Barat. Kebetulan Arab itu diidentikkan dengan Islam, walau dalam kenyataannya, jumlah Arab Kristen juga signi­fikan di Mesir, Libanon dan Irak. Nama-nama berpen­garuh Arab sebetulnya lebih banyak melekat pada perem­puan Minang, seperti Siti Fati­mah, Kamila, Jamillah, Habi­bah, dan sebagai. Sementara nama-nama bernada Barat lebih banyak diberikan kepada laki-laki, seperti John, Edward, Don, Meizon, Wisber, dan sebagainya.

 

Di antara nama-nama yang bernada Barat itu bahkan ada yang sangat identik dengan nama laki-laki Kristen. Samuel Koto, mantan fungsionaris Partai Amanat Nasional (PAN) yang kini menjadi fungsionaris Partai Hanura, jelas orang Minang. Begitu juga kawan saya Oktavianus Rizwa yang bermukim di Padang sebagai pengacara, pastilah orang Mi­nang. Tentu aneh sekali kalau saya dan orang-orang yang bernama Barat tadi mau dija­di­kan orang Minang kelas dua. Seberapa Islami kita, hanya Allah SWT yang tahu. Nama tidak akan menjamin seseo­rang pasti sangat Islami. Toh, beberapa nama politisi yang Islami dan berasal dari Partai Islam juga menjadi narapidana karena melakukan korupsi.

 

Maka, mari kita luruskan saja cara berpikir kita dalam melihat sesuatu. Lihatlah se­sua­tu itu dengan jernih, obyek­tif dan dengan sedikit usaha untuk menyelidiki sebab-aki­bat­nya. Kalau tidak mau dan tidak bisa, janganlah latah lalu timbang setiap gagasan se­berapa besar manfaat dan kerugian yang akan timbul bila kita mengusulkan sesuatu dan mengamini pernyataan spe­kulatif orang lain. (*)

~ by Is Sikumbang on May 16, 2013.

7 Responses to “Meluruskan Tafsir Nama-nama “Aneh””

  1. Saya punya kawan dari Bukittinggi asli Urang Awak namanya Suratmin , dan adik kawan saya asal Mungo Payakumbuh namanya Bambang Hariyanto, sementara kawan dari Madura namanya Lubis

  2. dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda , 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.

  3. sangat benar sekali,, bahwa jika meliat sesuatu jangn melihat dengan 1 arah.. 🙂

  4. Ada kawan saya ayahnya memberikn namanya Frendly Dirgantara hanya karena ayahnya ingin sekali anaknya jadi PILOT Atau Penerbang tetapi anaknya kemudian menjadi SARJANA kimia .

  5. Revita ” revolusi tanah air”, nama uniku 😉

  6. seharusnyo amak ambo maagih nama ambo zainudin

  7. Sangat setuju dengan apa yg disampaikan “mamak ambo” Andrinof. Sebagai generasi yg terlahir kemudian,yg hanya berjalan di jalan yg pasa,berberita dengan kaba,saya sangat berharap alangkah baiknya agar semua bantahan2 yg mempunyai data yg tak terbantahkan oleh mamak andrinof ini disebar luaskan diseluruh negri ini. Entah itu lewat seminar,lewat tulisan di media2 (khususnya media urang awak-mohon maaf seandainya sudah ada,mungkin ambo yg kurang piknik).
    Tujuan nya supaya generasi muda khususnya minang,dan indonesia bahkan dunia pada umumnya,tdk terpuruk pada teori tak cukup data,fatwa tak cukup sanat,ibarat makan rendang,yang dimakan hanya “dadak”nya,sudah pandai pula menakar umur sapi nya. Jauh panggang dari api.
    Dan alangkah baik nya juga mamak ambo mengemukakan teori sebab akibat sebagai salah satu referensi “mengapa nama2 orang minang berubah”
    Karena perubahan ini tdk hanya terjadi pada satu periode,bahkan mungkin sudah terjadi dalam beberapa periode. Satu periode menghasilkan satu keunikan,,dan ini SANGAT JELAS. Jadi tdk ada sangkut pautnya dengan PRRI.
    Menurut saya salah satu referensi sebab akibat yg bisa mamak ambo kemukakan adalah akar budaya orang minang itu sendiri. Saya kira mamak ambo sudah sangat paham dengan akar budaya kita minang ini yg sangat unik,sarat dengan filosofi,penuh dengan tantangan,dan butuh kecerdasan untuk memahaminya. Sehingga melahirkan generasi minang itu menjadi (maaf saya tdk menemukan kata yg cocok),melahirkan generasi yg berpikir dalam pikiran,mencari di tempat yg tidak ada,melihat pada yg tdk berbentuk. Generasi yg setiap detik nya memikir(bukan berpikir).
    Sehingga keluaralh generasi minang itu dlm bentuk sastrawan ideologi,seniman brkarakter,diplomat,politikus. Namun apapun bentuk wajah “para tokoh” itu,mereka masih tetap dalam kain sarung yang sama corak dan ragi,yaitu MEREKA ADALAH ORANG ORANG YANG MEMPERTARUHKAN APAPUN DEMI OTAK YG BERPIKIR,menggunakan lidah dan pena sebagai senjata. Intinya apapun media yg sedang populer saat itu,maka itulah pedang mereka.
    Sebagai penutup saya sangat setuju dengan mamak ambo yg mengatakan bahwa nama orang minang “menjadi begitu “,itu karena orang minang itu kritis dalam berlogika,atau dengan kata yg sederhana nya kreatif. Maaf bukan karena PRRI.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.